Jember – Penggunaan koran sebagai bahan alas salat telah menjadi sebuah fenomena yang umum terjadi di masyarakat, terutama saat pelaksanaan hari raya Idulfitri. Meskipun terlihat sebagai tradisi yang sederhana, penggunaan koran ini memiliki potensi dampak yang cukup besar terhadap lingkungan dan kesehatan, terutama terkait dengan peningkatan jumlah sampah dan polusi udara.
Penggunaan koran sebagai alas salat pada hari raya Idulfitri secara signifikan berkontribusi terhadap peningkatan jumlah sampah. Sebagian besar masyarakat masih menggunakan koran secara massal untuk keperluan ini. Dampaknya, setelah pelaksanaan salat, lapangan atau tempat-tempat salat dipenuhi oleh koran bekas yang berserakan.
Dr. Latifa Mirzatika, S.T., M.T dosen Teknik lingkungan Universitas Muhammadiyah Jember (Unmuh Jember) menjelaskan bahwa koran merupakan produk yang telah melalui berbagai proses produksi yang melibatkan bahan kimia. Saat dibakar, koran melepaskan bahan kimia beracun ke udara, termasuk dioksin, yang merupakan polutan organik persisten.
“Ketika diproduksi, koran telah melewati serangkaian proses yang melibatkan bahan kimia, baik secara langsung dalam produksi kertas dan pulp atau dalam proses konversi (yaitu pencetakan, perekatan) yang mengikutinya. Maka dari itu, saat dibakar, koran akan melepaskan bahan kimia beracun ke udara,” ujarnya.
Zat-zat beracun seperti dioksin merupakan salah satu contoh yang sering dilepaskan saat pembakaran koran. Dioksin adalah kontaminan kimia beracun (polutan organik persisten) yang sangat berbahaya bagi ekosistem dan kesehatan manusia. Penumpukan dioksin dalam jaringan lemak hewan dan manusia dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk risiko kanker yang meningkat.
“Jika tubuh manusia terpapar dioksin secara terus menerus maka akan berpotensi menyebabkan kanker,” imbuhnya lagi.
Untuk mengurangi dampak negatif penggunaan koran sebagai sampah, langkah-langkah alternatif yang ramah lingkungan perlu dipertimbangkan. Salah satu cara adalah dengan mengganti penggunaan koran dengan bahan-bahan lain yang dapat didaur ulang atau memiliki siklus hidup yang lebih panjang.
Dalam hal ini Dr. Latifa S.T., M.T., mengenalkan sebuah konsep yang dinamakan Green Idul Fitri, sebuah gerakan mengganti penggunaan koran dengan alas lain yang tidak hanya sekali pakai dan langsung dibuang. Alternatif-alternatif seperti tikar gulung, karpet, matras, atau alas lainnya dapat menjadi pilihan yang lebih ramah lingkungan.
“Alih-alih menggunakan koran, kita dapat menggunakan alas berupa tikar (mulai dari tikar gulung/lipat), karpet, matras, maupun alas-alas lainnya yangg sekiranya dapat digunakan, yang terpenting, tidak bersifat hanya sekali pakai langsung buang,” pungkasnya.
Selain itu, dirinya juga mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk melaksanakan Idulfitri dengan mengadopsi konsep Green Idul Fitri.
“Mari kita bersama-sama melakukan perubahan yang lebih baik dalam menyambut Idulfitri dengan mengadopsi Green Idul Fitri, salah satunya adalah dengan mengganti penggunaan koran dengan alas lain yang tidak sekali pakai-buang. Dengan demikian, kita dapat turut berkontribusi dalam menjaga lingkungan dan kesehatan bersama,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan