Mengenal Sumitro Djojohadikusumo, Ayah Prabowo Pencetus Ekonomi Benteng

,

Kberita.com, Jakarta – Prabowo Subianto, Presiden Indonesia kedelapan yang akan menjabat pada periode 2024-2029 adalah seorang pribadi yang unik.

Ia memang merupakan seorang jendral tempur yang pernah menjabat sebagai Komandan Kopassus dan Penglima Kostrad, namun dia juga berasal dari keluarga intelektual. Ayah, Sumitro Djojohadikusumo dan kekeknya Margono Djojohadikoesoemo adalah dua Begawan di bidang ekonomi.

Sumitro pernah menjadi Menteri Keuangan di Zaman Sukarno yaitu pada periode 12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956 di masa Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dan Periode 3 April 1952 – 30 Juli 1953 Di masa Perdana Menteri Wilopo.

Sumitro Djojohadikusumo juga pernah menjabat Menteri Negara Riset Indonesia di masa Orde Baru periode 1973 –1978.

Sementara Margono Djojohadikoesoemo adalah pendiri Bank Negara Indonesia (BNI).

Latar belakang intelektual, khususnya di bidang ekonomi di keluarga Prabowo ini membuatnya memiliki sejarah pribadi dalam hal konsep perekoniman yang bisa menjadi bekal Prabowo dalam memimpin Indonesia.

Konsep Ekonomi Benteng yang dicetuskan ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo, bisa saja menjadi salah satu landasan prabowo dalam membuat kebijakan di bidang perekonomian dan kesejahteraan rakyat.

Lalu apa itu Ekonomi Benteng?

Program Benteng adalah kebijakan ekonomi dicetuskan oleh Sumitro.

Saat menjabat sebagai Menteri Keuangan, Sumitro menerapkan Ekonomi Benteng sebagai salah satu kebijakan pemerintah pada periode 1950 hingga 1957. Semangat Ekonomi Benteng adalah membina pembentukan suatu kelas pengusaha Indonesia “pribumi”.

Semangat ini sangat bagus dalam usaha meningkatkan kemampuan pengusaha pribumi agar bisa bersaing dengan pengusaha besar yang didominasi oleh non pribumi.

Kebijakan ini membuat akses pengusaha pribumi kepada lebih mudah. Sekitar 700-an pengusaha pribumi mendapatkan kredit modal. Modal ini diharapkan dipergunakan untuk meningkat devisa melalui pengurangan volume impor. Namun sayang, bantuan modal saat itu tidak dapat dimaksimalkan oleh penerima karena kinerja mereka yang lamban.

Akhirnya, tujuan dari Ekonomi Benteng itu bisa bisa tercapai.  Ekonomi Benteng akhirnya diganti dengan Ekonomi terpimpin di masa Kabinet Karya di bawah Djuanda Kartawidjaja pada tahun 1957.

Walaupun gagal, Ekonomi Benteng tetaplah memiliki semangat yang bagus dan mulia. Semangat ini tidak boleh hilang, namun bisa diterapkan dalam kebijakan ekonomi Indonesia kapan pun saja asalkan ada mekanisme yang mendukung semangat tersebut.

Apalagi salah satu tujuan Ekonomi Benteng adalah mengurangi impor guna meningkatkan devisa negara.

Usaha mengurangi impor itu bisa dilakukan dengan meningkatkan kemampuan pengusa lokal memproduksi bahan baku untuk kebutuhan Industri dalam negeri.

Dalam konteks saat ini, semangat keberpihakan Ekonomi Benteng untuk memberdayakan pengusaha lokal adalah dengan menerapkan kebijakan berupa mewajibkan pemilik brand global yang banyak dikonsumsi oleh warga Indonesia agar diproduksi di dalam negeri Indonesia.

Dalam memproduksi di dalam negeri itu, investor harus menggandeng pengusaha lokal. Dalam produksi pun pemerintah harus mewajibkan tingginya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Sehinga semangat meningkat devisa ala Ekenomi Benteng pun bisa terwujud.

Saat ini kita menantikan apakah semangat Ekonomi Benteng dari sang ayah bisa menginspirasi kebijaka ekonomi Prabowo saat menjadi presiden.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *