Kberita.com, Jakarta -Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) telah disahkan sebagai Undang-undang. Salah satu poinnya adalah membentuk aglomerasi yang melibatkan banyak daerah- daerah sekitar Jakarta.
Sglomerasi merupakan sentralisasi kegiatan ekonomi dan industri di kawasan tertentu, terutama perkotaan. Kawasan aglomerasi yang tertuang dalam UU DKJ mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur).
Pemerintah ajan membentuk Dewan Kawasan Aglomerasi guna mengharmonisasi pembangunan di kawasan tersebut. Adapun, beberapa kewenangan khusus DKJ terkait dengan Pekerjaan Umum dan Pemanfaatan Ruang serta Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman.
Menurut Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta, Arvin F. Iskandar, dengan adanya kawasan Aglomerasi ini, dinilai dapat memudahkan proses administrasi dalam pembangunan properti di kawasan tersebut. Sebab, proyek-proyek yang dilakukan oleh anggota REI DKI Jakarta tidak hanya mencakup wilayah Jakarta saja, melainkan Jabodetabek.
“Seharusnya akan lebih mudah buat kita untuk mengurus segala administrasinya karena anggota dari REI DKI itu tidak hanya berbisnis di Jakarta, proyeknya pun ada di Jabodetabek, termasuk di Bogor malah, Cianjur juga. Cuma memang head officenya itu ada di Jakarta sedangkan proyeknya itu sudah menyebar,” ungkapnya saat ditemui di Kantor Kementerian Investasi/BKPM.
Menurutnya, dengan adanya UU DKJ ini bisa menjadi peluang untuk menggerakkan sektor properti. Apalagi jika terdapat insentif-insentif tambahan, seperti kemudahan proses perizinan pembangunan hingga keringanan pajak. Salah satu alasannya karena sektor properti baru saja pulih setelah terjadinya pandemi COVID-19 selama hampir 3 tahun.
“Ya insentif ya tetap untuk properti ini kan baru recovery dari COVID-19, tentunya kita mengharapkan Undang-undang Perpajakan bisa lebih dipermudah. Dan insentif-insentif di perizinan pembangunan itu bisa lebih dipermudah, itu yang kita harapkan,” ungkapnya.
“Contohnya BPHTB, kita masih 5% sedangkan PPh itu kemarin dari 5% sudah menjadi 2,5%. Kita mengharapkan ke Perda atau Pemda masing-masing bisa men-justify pajak tersebut sehingga transaksi properti itu yang kita harapkan bisa lebih banyak,” pungkasnya.